1) Pengertian
Humas/Public Relation Ruslan (2006) mengatakan bahwa humas merupakan mediator
yang berada di antara pimpinan organisasi dengan publiknya. Selanjutnya, ia
mengatakan bahwa aktivitas tugas humas adalah mengelola komunikasi antara
organisasi dengan publiknya. Jadi dapat dikatakan bahwa humas (public relation)
adalah aktivitas yang menghubungkan antara organisasi dengan masyarakat
(public) demi tercapaianya tujuan organisasi dan harapan masyarakat dengan produk
yang dihasilkan.
2) Tujuan
Humas
a) Meningkatkan
partisipasi, dukungan, dan bantuan secara konkret dari masyarakat baik berupa
tenaga, sarana prasaran maupun dana demi kelancaran dan tercapainya tujuan
pendidikan.
b) Menimbulkan
dan membangkitkan rasa tanggung jawab yang lebih besar pada masyarakat terhadap
kelangsungan program pendidikan di sekolah secara efektif dan efisien.
c) Mengikutsertakan
masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sekolah.
d) Menegakkan
dan mengembangkan suatu citra yang menguntungkan (favorable image) bagi sekolah
terhadap para stakeholdernya dengan sasaran yang terkait, yaitu piblik internal
dan publik eksternal.
e) Membuka
kesempatan yang lebih luas kepada para pemakai produk/lulusan dan pihak-pihak
yang terkait untuk partisipasi dalam meningkatkan mutu pendidikan.
3) Prinsip-prinsip
Humas Prinsip-prinsip humas menurut Fasli Jalal dan Dedy Supriyadi (2001)
disingkat TEAM WORK.
a) T
= Together (bersama-sama), antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya
bisa bekerja sama dalam organisasi agar dapat mencapai tujuan orgaisasi secara
efektif dan efisien.
b) E
= Emphaty (pandai merasakan perasaan orang lain), menjaga perasaan orang lain
dengan selalu menghargai pendapat dan hasil kerja orang lain. Menjaga untuk
tidak membuat orang lain tersinggung.
c) A
= Assist (saling membantu), ringan tangan untuk membantu pekerjaan orang lain
dalam organisasi sehingga dapat menghindarkan persaingan negatif.
d) M
= Maturity (saling penuh kedewasaan), dewasa dalam menghadapi permasalahan,
bisa mengendalikan diri dari emosi sehingga dapat mengatasi masalah secara baik
dan menguntungkan bersama.
e) W
= Willingness (saling mematuhi), menjunjung keputusan bersama dengan mematuhi
aturan-aturan sebagai hasil kesepakatan bersama.
f) O
= Organization (saling teratur), bekerja sesuai dengan aturan main yang ada
dalam organisasi dan sesuai dengan tugas serta kewajiban masing-masing anggota.
g)
g) R
= Respect (saling menghormati), menghormati antara satu dengan yang lainnya,
menghormati dari yang muda dengan yang lebih tua begitu sebaliknya, dari yang
lebih tua dengan yang lebih muda sehingga bisa menjaga kekompakan kerja. h)
h) K
= Kindness (saling berbaik hati), bersabar, menyikapi orang lain secara baik.
4) Fungsi
Humas Menurut Edward L. Bernay, dalam (Ruslan, 2006) terdapat tiga fungsi utama
humas (public relation) yaitu:
a) memberikan
penerangan kepada masyarakat.
b) melakukan
persuasi untuk mengubah sikap dan perbuatan masyarakat secara langsung.
c) berupaya
untuk mengintegrasikan sikap dan perbuatan suatu badan/lembaga sesuai dengan
sikap dan perbuatan masyarakat atau sebaliknya.
Selanjutnya,
fungsi humas menurut pakar humas Internasional, Cutlip & Centre, and
Canfield (1982) dirumuskan sebagai berikut. a) Menunjang aktivitas utama
manajemen dalam mencapai tujuan bersama. b) Membina hubungan yang harmonis
antara badan/organisasi dengan publiknya yang merupakan khalayak sasran. c)
Mengidentifikasi segala sesuatu yang berkaitan dengan opini, persepsi, dan
tanggapan masyarakat terhadap badan/ organisasi yang diwakilinya, atau
sebaliknya. d) Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbang saran kepada
pimpinan demi tujuan dan manfaat bersama. e) Menciptakan komunikasi dua arah
timbal balik, dan mengatur informasi, publikasi serta pesan dari badan/
organisasi ke publiknya, demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak.
Dua pendapat tentang fungsi humas di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. a)
Agen pembaharuan b) Wadah kerja sama c) Penyalur aspirasi d) Pemberi informasi.
5) Pelaksanaan
Humas Aktivitas, program, tujuan (goal) hingga pada sasaran yang hendak dicapai
oleh organisasi/ instansi tidak terlepas dari dukungan masyarakat. Berikut
adalah beberapa hal yang termasuk pada pelaksanaan humas. a) Mengundang komite
sekolah untuk membantu pemecahan permasalahan sekolah. b) Memberdayakan sumber
daya pendidikan yang ada di masyarakat yang meliputi: (1) Sumber daya
lingkungan (a) kebun percobaan pertanian/ kehutanan (b) kolam ikan (c) daerah
perkebunan/reboisasi (d) perpustakaan (2) Sumber daya manusia (a) dokter (b)
guru tari (c) polisi (d) dll. c) Berperan serta secara aktif dalam semua
kegiatan masyarakat yang mendukung program sekolah. d) Melaksanakan perubahan
ke arah yang lebih baik, misalnya: budaya belajar, budaya disiplin, budaya
sopan santun, dan pelaksanaan perintah
Dirjen Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah dalam modul pemberdayaan Komite Sekolah
menjelaskan bahwa yang dimaksud kemitraan dalam konteks hubungan resiprokal
antara sekolah, keluarga dan masyarakat kemitraan bukan sekedar sekumpulan
aturan main yang tertulis dan formal atau suatu kontrak kerja melainkan lebih
menunjukkan perilaku hubungan yang bersifat intim antara dua pihak atau lebih
dimana masing-masing pihak saling membantu untuk mencapai tujuan bersama.Dari
definisi-definisi diatas kita bisa mengetahui bahwa hakikat kemitraan adalah
adanya keinginan untuk berbagi tanggungjawab yang diwujudkan melalui perilaku
hubungan dimana semua pihak yang terlibat saling bantu-membantu untuk mencapai
tujuan bersama. Dalam kemitraan yang berlaku adalah prinsip egaliter.
Masing-masing pihak yang bermitra memiliki posisi dan tanggung jawab yang sama.
Hubungan atasan-bawahan tidak berlaku dalam konteks kemitraan.
Masing-masing menjalankan fungsi dan perannya
sesuai dengan tugas dan batas-batas wewenang yang dimiliki.Selain berkaitan
dengan fungsi dan peran masing-masing dalam kemitraan, dalam kemitraan tercakup
dimensi kepentingan yang dijadikan andalan. Model kemitraan mengandalkan pada
kepentingan pribadi orangtua dan anggota masyarakat yang mau tidak mau membuat
mereka berpartisipasi dalam aktifitas yang berkaitan dengan sekolah.Kemitraan
memandang semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap sekolah merupakan
pihak yang dapat didayagunakan dan mampu membantu sekolah dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan. Ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam
kemitraan. Grant (1979:128) mengingatkan bahwa kemitraan tidak boleh
mengabaikan prinsip akuntabilitas dan kemandirian. Dalam hal menumbuhkan
kemandirian, secara eksplisit Grant menganjurkan agar setelah terbentuknya
kelompok kemitraan masing-masing anggota harus menjaga kentralan khususnya
dalam segi politik Komite sekolah adalah lembaga mandiri yang dibentuk
berrdasarkan prakarsa masyarakat yang peduli pendidikan, bukan didasarkan pada
arahan atau instruksi dari lembaga pemerintahan dengan menganut prinsip
transparan, akuntabel, dan demokratis.Kebijakan tentang pembentukan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah sebenarnya bukan hanya lahir secara intern dari
Departemen Pendidikan Nasional, melainkan justru lahir dari Bappenas, dalam
bentuk UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas)
2000 – 2004. Amanat UU itulah yang kemudian ditindaklanjuti oleh Mendiknas
dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah.
Eksistensi dan
posisi Komite Sekolah menjadi semakin kokoh karena adanya payung hukum
Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tersebut kemudian diakomodasi ke dalam UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya dalam Pasal 56.
Komite Sekolah
adalah lembaga mandiri sebagai wadah yang memiliki kekuatan hukum untuk
menampung dan mewujudkan partisipasi keluarga dan masyarakat dalam pendidikan.
Namun demikian, perlu dipahami apa sebenarnya makna dari Komite Sekolah sebagai
lembaga mandiri dan dari segi apa saja dia mandiri.Kemandirian Komite Sekolah
sebenarnya terkait dengan dua hal penting. Pertama, terkait dengan status dan
kedudukan Komite Sekolah itu sendiri. Dia tidak menjadi subordinasi (bawahan)
dari lembaga lain, khususnya dari lembaga birokrasi.Yang penting kedua adalah
pelaksanaan peran dan fungsinya, yang sudah barang tentu tidak sama atau tidak
tumpang tindih dengan peran dan fungsi lembaga lain.
Dengan demikian, peran dan fungsi Komite
Sekolah tidak dapat didekte oleh lembaga lain.Dalam menjalankan tugasnya
sebagai wakil masyrakat, komite tidak berada di bawah kendali sekolah ataupun
kepala sekolah. Sebagai lembaga perwakilan masyarakat Komite Sekolah merupakan
dan menjadi jembatan antara keluarga, masyarakat dan sekolah. Tugas yang
dilakukan komite adalah tugas koordinatif dan pengawasan.Namun demikian, pada
beberapa kasus, komite sekolah tidak bisa mendudukkan peran dan fungsinya dalam
pelaksanaan tugas sehingga bertindak sebagai atasan sekolah. Komite berusaha
mengendalikan dan turut campur terlalu dalam pada persoalan-persoalan teknis
profesional bidang pendidikan.Sebaliknya, ada komite yang terlalu lemah
sehingga dia hanya diperankan sebagai subordinasi sekolah atau kepala sekolah.
Hal ini terjadi karena, selain tidak mengerti tugas dan fungsinya, perekrutan
anggota komite ditentukan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah yang menentukan
siapa saja yang “layak” duduk sebagai anggota komite karena kepentingan
tertentu.
Pada kondisi
semacam ini, komite sekolah hanya berfungsi tak ubahnya sebagai “tukang
stempel” kebijakan yang dibuat oleh sekolah.Kelemahan dan ketimpangan seperti
ini merupakan sebuah keprihatinan yang harus segera diupayakan pemecahannya
meskipun hal ini sifatnya kasuistis. Ketika Komite Sekolah berada di bawah
kendali atau menjadi bawahan sekolah atau kepala sekolah, sebenarnya saat itu
juga partispasi dann kemitraan antara sekolah, keluarga dan masyarakat tidak
pernah terjadi. Meskipun secara de facto dan de jure komite sekolah ada.
Hubungan resiprokal interaktif tidak pernah terwujud. Keterwakilan orangtua dan
masyarakat tidak pernah terlaksana.
0Comments