BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Masa remaja
sebagai masa penuh kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan
periode yang paling berat (Hurlock, 1993). Calon (1953) dalam Monks (2002)
mengatakan masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau
peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki
status anak-anak, karena secara fisik mereka sudah seperti orang dewasa.
Perkembangan fisik dan psikis menimbulkan kebingungan dikalangan remaja
sehingga masa ini disebut oleh orang barat sebagai periode sturm und drung dan
akan membawah akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan,
serta kepribadian remaja (Monsk, 2002). Lebih jelas
pada tahun 1974, WHO memberiikan definisi tentang remaja secara lebih
konseptual, sebagai berikut (Sarwono, 2001):
Remaja adalah suatu masa dimana:
a.
Individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
b.
Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola
identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c.
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi
yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
B. Tujuan
Setelah melakukan observaasi di SD
Negeri
mahasiswa di
harapkan mendapat pengenalan yang luas dalam observasi yang telah penulis
dapatkan, yang berhubungan dengan pengenalan latar Sekolah Dasar (SD) yang
meliputi :
1. Pengamatan interaksi
belajar mengajar dan aktivitas murid di dalam dan di luar kelas.
2. Pengamatan terhadap
kendala-kendala/kenakalan-kenakalan dalam KBM.
3. Mewawancarai Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM).
C. Sasaran
Kegiatan
Kegiatan observasi sasarannya ialah :
1. Prilaku guru dalam
pembelajaran dan interaksi sosialisasi.
2. Prilaku siswa dalam pembelajaran dan interaksi sosialisasi.
3. Siswa yang melakukan kenakalan-kenakalan di
dalam KBM.
4. Siswa yang mengalami kesulitan
belajar karena faktor keluarga dan lingkungan.
D. JENIS
KEGIATAN
Jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam observasi ini
antara lain :
1.
Observasi / pengamatan.
2.
Study dokumentasi.
3.
Wawancara.
4.
Diskusi dan refleksi hasil.
BAB II
Permasalahan
I.
Lokasi Observasi
Nama
Sekolah : SD Negeri
Alamat :
Visi :
Terbentuknya
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME menguasai IPTEK serta
memiliki keterampilan yang memadai sebagai bekal hidup di masa depan.
Misi :
a) Melatih supaya siswa rajin beribadah menurut
agamanya masing-masing sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME serta berbudi pekerti luhur.
b) Membimbing siswa agar rajin belajar sehingga menjadi
anak yang cerdas, trampil, berpikir kritis serta dapat menguasai IPTEK.
c) Membimbing keaktifan siswa agar memiliki kreatifitas
serta ketrampilan yang tinggi sebagai bekal hidup di masa depan.
II.
Identitas Siswa Observasi
(Terpilih)
Nama : Dani (Nama Samaran)
Tempat
& Tanggal Lahir :
Alamat :
Jenis
Kelamin : Laki-laki
Umur : 12 Tahun
Agama : Islam
Kelas : V
Orang
tua : Jaino
(Nama Samaran)
Pekerjaan : Tenaga Kerja
Wanita
Status Ayah meninggal
III.
Kenakalan yang dilakukan
Ø Sering membuat gaduh kelas
Ø Mengganggu teman
Ø Mengejek teman
Ø Malas belajar
Ø Bermain sendiri dikelas pada waktu KBM.
IV.
Sumber Informasi
Informasi diperoleh dari guru wali kelas V. Berdasarkan
informasi dari wali kelas dan guru-guru lain bahwa saudara Dani sering
melakukan kenakalan dikelas.
BAB III
TEORI RUJUKAN
Ada beberapa pengertian tentang
perilaku kenakalan, M. Gold dan J. Petronio dalam (Sarwono, 2001) mengartikan
kenakalan remaja sebagai tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja
melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatan
itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman. Keputusan
Menteri Sosial (Kepmensos RI No. 23/HUK/1996) menyebutkan anak nakal adalah
anak yang berperilaku menyimpang dari norma-norma sosial, moral dan agama,
merugikan keselamatan dirinya, mengganggu dan meresahkan ketenteraman dan
ketertiban masyarakat serta kehidupan keluarga dan atau masyarakat (Pusda
Depsos RI, 1999).
B. Simanjutak dalam (Sudarsono,
1995) memberii tinjauan secara sosiokultural tentang arti Juvenile Delinquency
atau kenakalan remaja, suatu perbuatan itu disebut delinkuen apabila
perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam
masyarakat dimana ia hidup, atau suatu perbuatan yang anti-sosial dimana
didalamnya terkandung unsur-unsur normatif. Psikolog Bimo Walgito dalam
(Sudarsono, 1995) merumuskan arti selengkapnya dari Juvenile Delinquency
sebagai tiap perbuatan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa,
maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi merupakan berbuatan yang melawan
hukum yang dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja. Sementara John W.
Santrock (1995) mendefinisikan,
kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada suatu rentang perilaku
yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti
bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari
rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri).
BENTUK-
BENTUK KENAKALAN
William C. Kvaraceus dalam (Mulyono, 1995) membagi
bentuk kenakalan menjadi dua, yaitu:
a)
Kenakalan
bisaa seperti: Berbohong, membolos sekolah, meninggalkan rumah tanpa izin
(kabur), keluyuran, memiliki dan membawa benda tajam, bergaul dengan teman yang
memberii pengaruh buruk, berpesta pora, membaca buku-buku cabul, turut dalam
pelacuran atau melacurkan diri, berpakaian tidak pantas dan minum minuman
keras.
b)
Kenakalan
Pelanggaran Hukum, seperti: berjudi, mencuri, mencopet, menjambret, merampas,
penggelapan barang, penipuan dan pemalsuan, menjual gambar-gambar porno dan
film-film porno, pemerkosaan, pemalsuan uang, perbuatan yang merugikan orang
lain, pembunuhan dan pengguguran kandungan.
FAKTOR
PENYEBAB PERILAKU DELINKUEN
Menurut Kartini Kartono (1998), Juvenile Delinquency
adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda,
merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu
mengembangakan tingkah laku yang menyimpang.
Kartini Kartono (1998) membagi faktor penyebab
perilaku kenakalan menjadi dua bagian sebagai berikut:
a.
FAKTOR INTERNAL
Perilaku delinkuen pada
dasarnya merupakan kegagalan sistem pengontrol diri anak terhadap
dorongan-dorongan instingtifnya, mereka tidak mampu mengendalikan
dorongan-dorongan instingtifnya dan menyalurkan kedalam perbuatan yang bermanfaat.
Pandangan psikoanalisa menyatakan bahwa sumber semua gangguan psikiatris,
termasuk gangguan pada perkembangan anak menuju dewasa serta proses adaptasinya
terhadap tuntutan lingkungan sekitar ada pada individu itu sendiri, barupa:
v Konflik batiniah, yaitu pertentangan antara dorongan
infatil kekanak-kanakan melawan pertimbangan yang lebih rasional.
v Pemasakan intra psikis yang keliru terhadap semua
pengalaman, sehingga terjadi harapan palsu, fantasi, ilusi, kecemasan (sifatnya
semu tetapi dihayati oleh anak sebagai kenyataan). Sebagai akibatnya anak
mereaksi dengan pola tingkah laku yang salah, berupa: apatisme, putus asa,
pelarian diri, agresi, tindak kekerasan, berkelahi dan lain-lain.
v Menggunakan reaksi frustrasi negatif (mekanisme
pelarian dan pembelaan diri yang salah), lewat cara-cara penyelesaian yang
tidak rasional, seperti: agresi, regresi, fiksasi, rasionalisasi dan lain-lain.
b.
FAKTOR EKSTERNAL
Disamping faktor-faktor
internal, perilaku delinkuen juga dapat diakibatkan oleh faktor-faktor yang
berada diluar diri remaja, seperti (Kartono, 1998):
v Faktor keluarga, keluarga merupakan wadah
pembentukan peribadi anggota keluarga terutama bagi remaja yang sedang dalam
masa peralihan, tetapi apabila pendidikan dalam keluarga itu gagal akan
terbentuk seorang anak yang cenderung berperilaku delinkuen, semisal kondisi
disharmoni keluarga (broken home), overproteksi dari orang tua, rejected child,
dll.
v Faktor lingkungan sekolah, lingkungan sekolah yang
tidak menguntungkan, semisal: kurikulum yang tidak jelas, guru yang kurang
memahawi kejiwaan remaja dan sarana sekolah yang kurang memadai sering
menyebabkan munculnya perilaku kenakalan pada remaja. Walaupun demikian faktor
yang berpengaruh di sekolah bukan hanya guru dan sarana serta perasarana pendidikan
saja. Lingkungan pergaulan antar teman pun besar pengaruhnya.
v Faktor milieu, lingkungan sekitar tidak selalu baik
dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan anak. Lingkungan adakalanya
dihuni oleh orang dewasa serta anak-anak muda kriminal dan anti-sosial, yang
bisa merangsang timbulnya reaksi emosional buruk pada anak-anak puber dan
adolesen yang masih labil jiwanya. Dengan begitu anak-anak remaja ini mudah
terjangkit oleh pola kriminal, asusila dan anti-sosial.
v Kemiskinan di kota-kota besar, gangguan lingkungan
(polusi, kecelakaan lalu lintas, bencana alam dan lain-lain (Graham, 1983).
Faktor keluarga memang sangat berperan dalam
pembentukan perilaku menyimpang pada remaja, gangguan-gangguan atau kelainan
orang tua dalam menerapkan dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen
secara konsisten diketahui berkaitan dengan perilaku anti sosial anak-anak
remaja , semidal overproteksi, rejected child dan lain-lain(Santrock, 1995).
Sebagai akibat sikap orang tua yang otoriter menurut penelitian Santrock &
Warshak (1979) di Amerika Serikat maka anak-anak akan terganggu kemampuannya
dalam tingkah laku sosial. Kempe & Helfer menamakan pendidikan yang salah
ini dengan WAR (Wold of Abnormal Rearing), yaitu kondisi dimana lingkungan
tidak memungkinkan anak untuk mempelajari kemampuan-kemampuan yang paling dasar
dalam hubungan antar manusia (Sarwono, 2001).
BAB IV
PEMBAHASAN
V.
Identitas Siswa
Nama : Dani (Nama Samaran)
Tempat
& Tanggal Lahir :
Alamat :
Jenis
Kelamin : Laki-laki
Umur : 12 Tahun
Agama : Islam
Kelas : V
Orang
tua : Jaino
(Nama Samaran)
Pekerjaan : Tenaga Kerja
Wanita (Ibu)
Status Ayah meninggal
VI.
Kenakalan yang dilakukan
Ø Sering membuat gaduh kelas
Ø Mengganggu teman
Ø Mengejek teman
Ø Malas belajar
Ø Bermain sendiri dikelas pada waktu KBM.
VII.
Sumber Informasi
Informasi diperoleh dari guru wali kelas V. Berdasarkan
informasi dari wali kelas dan guru-guru lainnnya bahwa saudara Dani sering
melakukan kenakalan dikelas.
VIII.
Hasil Observasi
Setelah dilakukan observasi, saudara dani kurang
mendapat perhatian dari keluarga utamanya orang tua kandung. Hal ini disebabkan
karena ayah saudara dani sudah meninggal dan ibunya sekarang menjdai tenaga
kerja wanita (TKW) di china. Saudara dani hanya tinggal bersama nenek. Karena
usia nenek yang sudah tua, sehingga aktifitas dani tidak terlalu dikontrol.
Sehingga saudara dani memiliki kebebasan bergaul dengan siapa saja. Ditinjau
dari segi lingkungan, ditemukan bahwa saudara dani berteman dengan orang-orang
yang notabenenya kurang baik. pernah diketemukan file-file porno di HP dani (
sumber wali kelas ) ketika ditanya dani mengaku kalau itu titipan
teman-temannya. Karena serig bergaul dengan orang-orang yang jauh lebih dewasa,
teman-temannya pun mulai agak menjauh. Saudara dani juga sering membuat masalah
dengan teman-temannya seperti mengejek, memberi perintah, membuat onar di keals
dll. Prestasi saudara dani juga tidak terlalu bagus, hal ini dibuktikan dengan
observasi, saudara dani masih bingung ketika diberi soal 9:3 padahal dia sudah
kelas 5. Situasi ini sudah disadari oleh para guru, guru sudah melakukan
peneguran, pemberitahuan ke keluarga tetapi tidak ada hasil positif. Menurut
wali kelas, tindakan yang diambil sekarang sudah terlambat dan terlanjur,
karena tidak ada keluarga yang mengawasi tingkah lakunya sehari-hari. Neneknya
pun juga kurag perhatian, ditambah hubungannya dengan teman-teman yang tidak
jelas kelaluannya. Ketika dilakukan wawancara dengan saudara dani, dani banyak
melakukan jawaban yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya alias bohong. Sehingga agak menyulitkan dalam
observasi.
IX.
Penanganan
Untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh
saudara dani. Dapat dilakukan konseling kepada dani yang berorientasi pada
menumbuhkan kesadaran pada diri subjek bahwa cara dirinya menjalani hidupnya
itu kurang baik. Selain itu konseling juga diarahkan pada menjadikan subjek
sebagai orang yang mampu bertanggung jawab terhadap dirinya. Dengan teknik-teknik
konfrontasi dengan pendekatan RET (Rational Emotif) dan Pendekatan Realitas
akan mampu membantu subjek menyelesaikan masalahnya secara positif dan
konstruktif. Selain itu, konseling juga dilakukan kepada kedua orang tua
/keluarga dani, untuk memberii pengertian kepada mereka akan pentingnya
komunikasi dalam keluarga. Untuk sementara ini saudara dani sudah mau
menandatangani surat yang isinya dia akan belajar dengan sungguh-sungguh dan
tidak berbuat kenakalan lagi.
BAB V
Penutup
Kesimpulan
Kesimpulan
dari laporan observasi ini adalah sebagai berikut :
Keluarga
merupakan wadah pembentukan peribadi anggota keluarga terutama bagi remaja yang
sedang dalam masa peralihan, tetapi apabila pendidikan dalam keluarga itu gagal
akan terbentuk seorang anak yang cenderung berperilaku delinkuen, semisal
kondisi disharmoni keluarga (broken home), overproteksi dari orang tua,
rejected child, dll. Faktor keluarga memang sangat berperan dalam pembentukan
perilaku menyimpang pada remaja, gangguan-gangguan atau kelainan orang tua
dalam menerapkan dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen secara
konsisten diketahui berkaitan dengan perilaku anti sosial anak-anak remaja.
Saran
Saran
dari laporan observasi ini adalah :
1) Untuk para orang tua supaya memperhatikan
perkembangan anaknya.
2) Jika orang tua kandung tidak ada sebaiknya anak
diasuh oleh keluarga yang mempunyai perhatian dan dedikasi tinggi kepada anak
tersebut.
3)
Untuk
pertumbuhan dan perkembangan psikologi anak sebaiknya antara faktor keluarga,
faktor sekolah/pendidikan dan faktor lingkungan saling bekerja sama.
DAFTAR
PUSTAKA
Hurlock., E. B., 1993, Psikologi
Perkembangan Edisi ke-5, Jakarta:Erlangga.
Kartono., Kartini, 1998, Patologi
Sosial 2, Jakarta:Radja Grafindo Persada.
Monks., F.J., dkk, 2002, Psikologi
Perkembangan, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Mulyono., Y.
Bambang, 1995, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya,
Yogyakarta:Kanisius.
Saad., Hasbullah M., 2003, Perkelahian
Pelajar;Potret Siswa SMU di DKI Jakarta, Yogyakarta:Galang Press.
Santrock., John W.,
1995, Perkembangan Masa Hidup jilid 2. Terjemahan oleh Juda Damanika
& Ach. Chusairi, Jakarta:Erlangga.
Sarwono., Sarlito Wirawan, 2001, Psikologi
Remaja, Jakarta:Radja Grafindo Persad
0Comments